Rabu, 11 Juni 2014

TUGAS ILMU BUDAYA DASAR 4


Konflik Antar Suku di Indonesia

Dalam hidup berbangsa, pembangunan konsensus seringkali tidak mudah dicapai. Konflik adalah produk dinamika hubungan antarkelompok, sama halnya dengan konsensus. Konflik dan konsensus muncul bergantian dan sekaligus menandai dinamika hubungan antar kelompok di dalam masyarakat.
Umumnya, konflik termanifestasi ke dalam dua bentuk. Pertama, konflik yang berlangsung damai tanpa menyita cost material dan spiritual seperti kerusuhan, kehilangan jiwa, cedera fisik, terputusnya hubungan antarkeluarga dan sejenisnya. Konflik semacam ini sifatnya negosiatif dan justru inheren bahkan dianjurkan dalam kehidupan bernegara, terutama dalam praktek-praktek demokrasi liberal. Kedua, konflik yang berwujud vandalistik dan violence. Konflik-konflik seperti ini yang kerap menggelisahkan mayoritas masyarakat dan para pemimpin Indonesia.

Beragamnya suku di Indonesia terkadang melahirkan sebuah peperangan yang biasa kita sebut dengan perang antar suku. Alasan peperangan itu sangatlah bermacam-macam. Menurut badan riset, data suku-suku yang ada di Indonesia mencapai kurang lebihnya lebih dari 300 kelompok suku atau etnik. Jumlah suku bangsa yang mencapai ratusan inilah pada kenyataannya memang sangat rentan akan terhadap sebuah konflik. Dan perang antar suku pun pada akhirnya menjadi suatu hal perstiwa yang memang tidak bisa dihindarkan lagi. Dari sekian banyak suku di Indonesia, suku Jawa adalah kelompok suku yang paling besar dengan mencapai jumlah 41% dari total populasinya.
Suku-suku terpencil di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi yang kecil yang beranggotakan ratusan orang saja. Banyak atau sedikitnya kelompok suku ternyata berpengaruh terhadap perang antar suku tersebut. Konflik merupakan hal atau masalah yang lazim atau biasa terjadi di lingkungan masyarakat. Dimana lagi-lagi perbedaan menjadi latar belakang yang mendasar dalam setiap konflik perang antar suku di Indonesia.
Perang antar suku di Indonesia yang sempat menarik perhatian dan perbincangan ini adalah perang yang dilakukan antara Suku Dayak dan Suku Madura. Dengan timbulnya peperangan antara Suku Dayak dan Suku Madura ini banyak menimbulkan pergeseran moral tentang seharusnya bagaimana manusia saling menghargai dengan adanya perbedaan tersebut. Pada saat itu nyawa bukanlah harga mati dan mahal untuk diperjuangkan, melainkan pemenggalan terhadap kepala-kepala manusia waktu itu menjadi bukti kebencian, seolah hal itu sudah membutakan mata hati nurani manusia-manusia Indonesia saat itu. Dimana perang antara kedua suku ini sungguh amat mengerikan dan tidak layak untuk bangsa Indonesia ini yang mana negara ini bermayoritaskan agama Islam tetapi aqidah-aqidah dalam Islam tidak pernah diterapkan dalam diri manusia-manusia itu dan lingkungannya. Bahkan aqidah saat itu pun sudah tidak ada lagi karena setan yang merasuki manusia begitu keji dan jahat sehingga tega melakukan hal seperti itu terhadap sesama manusia.
Perang yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura memang telah lama berlalu, namun kini telah menorehkan luka mendalam bagi keluarga-keluarga yang menjadi korban kebiadapan manusia saat itu dan juga meninggalkan kesan mendalam yang mengerikan bagi masyarakat kedua suku tersebut. 

B. Perang Antar Suku - Pertikaian Suku Dayak dan Suku Madura 

Setidaknya sudah terjadi dua kali kerusuhan besar antara Suku Dayak dan Suku Madura, yaitu pada peristiwa Sampit (2001) dan di Senggau Ledo (1996). Kedua kerusuhan besar ini meluas sampai keseluruh wilayah Kalimantan dan berakhir dengan pengusiran ribuan warga Madura yang hingga mencapai 500-an jiwa. Perang kedua suku ini telah menjadi masalah sosial yang me-nasional.
Berikut empat hal mendasar yang menjadi penyebab terjadinya perang ke dua suku ini,
yaitu : 
1.    Perbedaan Budaya Antara Suku Dayak dan Suku Madura
Perbedaan budaya seperti inilah yang menjadikan alasan mendasar mengapa perang antar suku ini bisa terjadi. Masalah yang terjadi antara Suku Dayak dan Madura terbilang sangat sederhana, karena ada keterkaitan dengan kebudayaan, maka terjadilah hal seperti itu.
Misalnya seperti permasalahan senjata tajam, bagi Suku Dayak senjata tajam sangatlah dilarang untuk dibawa ke tempat umum. Menurut mereka apabila ada sesorang membawa senjata tajam ditempat umum sekalipun dia hanya bertamu tetap saja dianggap sebagai ancaman atau ajakan untuk berkelahi. Lain halnya dengan Suku Madura mereka biasa menyelipkan senjata tajam itu kemana saja dan hal seperti itu lumrah di daerah kelahirannya di Madura. Menurut Suku Dayak senjata tajam bukanlah untuk melukai sesorang apabila hal tersebut sampai tejadi maka hukum adat pun berlaku bagi pelakunya.
2.       Perilaku yang Tidak Menyenangkan
Bagi suku Dayak mencuri barang seseorang dalam jumlah banyak adalah hal yang tidak masuk akal, apabila dilanggar pemilik barang tersebut akan sakit dan meninggal. Sementara orang Madura seringkali terlibat kasus pencurian dengan korbannya suku Dayak. Pencurian seperti inilah yang menjadi pemicu polemik perang antar suku tersebut.
3.       Pinjam Memimjam Tanah
Kali ini masalahnya masih berkaitan dengan adat-istiadat atau kebiasaan. Di dalam suku Dayak membolehkan pinjam meminjam tanah adalah hal yang tanpa pamrih. Dengan kepercayaan lisan orang suku Madura dibolehkan untuk menggarap tanah tersebut, namun seringkali orang Madura menolak mengembalikan tanah pinjaman tersebut dengan alasan karena merekalah yang menggarap tanah tersebut selama ini.
Di dalam suku Dayak hal seperti ini disebut dengan balang semaya (ingkar janji) yang harus dibalas dengan kekerasan, maka terjadilah perang yang tidak bisa dihindari lagi oleh ke dua belah pihak suku tersebut. 
4.       Ikrar Perdamaian yang Dilanggar
Dalam suku Dayak ikrar perdamaian harus bersifat abadi. Pelanggaran akan dianggap sebagai pelecehan adat sekaligus menyatakan permusuhan. Sementara orang Madura melanggar ikrar perdamaian, dan lagi-lagi hal seperti inilah yang memicu konflik antar ke dua suku.





C. Perbedaan Stereotipe


Stereotipe itu sendiri adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang.

Setiap suku tentu memiliki adat-istiadat dan kebiasaan tertentu yang beragam. Keanekaragaman tersebut tentu memabawa dampak dan kosekuensi sosial yang beragam pula. Jika hal ini tidak dapat disikapi dengan baik maka perbedaan tersebut justru akan terus manjadi faktor utama penyebab terjadi perang antar suku.
Contoh yang sangat nyata yang dapat kita lihat adalah stereotipe orang Madura yang identik dengan watak kasar dan keras. Yang sering menyelesaikan masalah dengancarok, mengakhiri sengketa dengan duel maut yang berujung kematian. Latar belakang penyebab adalh dendam dan kerabat atau keluarga yang terluka.

D. Unsur-unsur Pembentuk Identitas Nasional

Identitas nasional merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu:

·                     Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan yang bersifat ada sejak lahir, yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin.  
·                     Agama
Sesuai dengan fundamental falsafah Indonesia yakni Pancasila, sila pertama "Ketuhanan yang Maha Esa" dalam sila ini terkandung bahwa Negara kita didirikan atas dasar agama dan warga negaranyapun wajib memilih 1 diantara 5 agama yang ada di Indonesia.
·                     Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk berkelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya.
·                     Bahasa
Di Indonesia terdapat beragam bahasa beserta logatnya. Kita ingat dengan peristitwa histories pada tahun 1928 golongan pemuda Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan melalui peristiwa historis yang disebut sumpah pemuda.

sumber : http://edisugiartonos.blogspot.com/2012/01/konflik-suku-dayak-dan-madura.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar